Selasa, 21 Januari 2014

Kenapa koprasi bisa bertahan saat krisis moneter pada tahun 1998?


            Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia.

            Pada saat Era Reformasi ditandai dengan berhentinya pemerintahan Orde Baru dan krisis moneter pada tahun 1997. Krisis moneter masa ini mengakibatkan hancurnya sistem ekonomi terutama di Indonesia. Sehingga koperasi lebih mempunyai peranan pada masa ini. Namun perlu pula diadakan pembangunan untuk koperasi, karena inilah sumber ekonomi rakyat kecil. Pembangunan koperasi pada masa ini diarahkan kepada:
  1. Pemulihan produksi dan distribusi pangan.
  2. Memperbesar akses kredit.
  3. Penataan kelembagaan.
  4. Redistribusi aset.
  5. Membangun industri berbasis sumber daya.
  6. Ekonomi berbasis iptek.
  7. Operasional dari pembangunan tersebut dibuat program pemberdayaan koperasi dan UKM.

Faktor-faktor yang membuat koperasi di Indonesia masih bertahan ditengah krisis moneter antara lain:
·         Alasan keadilan yang cukup mantap pelaksanaannya dalam koperasi.
·         Karena koperasi mampu mengumpulkan berbagai sumber untuk membentuk kekuatan bersama dalam menghadapi persaingan badan usaha lain. Dana tersebutb berasal dari Pemerintah maupun dari pengusaha UMKM yang menjadi anggota koperasi.
·         Keberhasilan koperasi bukanlah semata-mata peran pelaku koperasi dan pemerintah saja tetapi peran keseluruhan masyarakat untuk dapat menjadikan lingkungan yang kondusif untuk koperasi dapat hidup dan berkembang dengan sehat. Oleh karena itu, setiap lapisan masyarakat beserta keseluruhan aparat pemerintah perlu untuk senantiasa bergandengan tangan di dalam menghidupkan kembali dan menyuburkan koperasi Indonesia.

            Pada tahun 1999 terjadi perubahan mendasar dalam pembangunan koperasi dari perubahan Departemen Koperasi menjadi Menteri Negara Koperasi dan PKM. Perubahan ini bertujuan untuk mengurangi peranan pemerintah dalam pembangunan koperasi yang dinilai terlalu dominan pada masa orde baru. Tugas Menteri Negara dalam pembangunan koperasi adalah menjadi regulator, fasilitator, stabilisator, dan dinamisator. Terbukti sampai dengan bulan November 2001, misalnya, berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan, yaitu per November 2001 sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit.


            Pada periode tahun 2001-2003, pembinaan koperasi berada pada kedudukan lembaga non pemerintah Non Departemen (Keputusan Presiden No 103 Tahun 2001) yaitu Kementerian Koperasi dan UKM. Pembangunan koperasi pada periode ini merupakan kelanjutan dari pembangunan nasional tanpa BPS-KPKM. Pada masa ini program-program pokok ditujukan dalam rangka melaksanakan lima pembangunan nasional, salah satunya terkait dengan pembangunan ekonomi yaitu “Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Memperkuat Landasan Pembangunan Berkelanjutan dan Berkeadilan berdasarkan Sistem Ekonomi Kerakyatan”. Pendekatan strategis dalam propenas ditujukan dengan mengutamakan langkah-langkah kebijakan dan program yang lebih menekankan kepada pentingnya penguatan kelembagaan.